Rabu, 05 Oktober 2011

Leukimia

Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα, "darah"), atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih) [1]. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia memengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256,000 anak dan dewasa di seluruh dunia menderita penyakit sejenis leukemia, dan 209,000 orang diantaranya meninggal karena penyakit tersebut, [2] Hampir 90% dari semua penderita yang terdiagnosa adalah dewasa. [3]

Klasifikasi

Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar:

Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.

Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah tepi.

Jumlah leukosit dalam darah

  • Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel abnormal
  • Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, terdapat sel-sel abnormal
  • Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak terdapat sel-sel abnormal

Prevalensi empat tipe utama

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:
  • Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih
  • Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
  • Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak
  • Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi pada anak-anak.

Patogenesis

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi.
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lanbar dan bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.

Etiologi

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang dapat memengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung:
  • Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
  • Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
  • Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang

Faktor leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat memengaruhi frekuensi leukemia:

Epidemiologi

Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.

Leukemia akut

Manifestasi klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-masing. Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama yaitu:
  • Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi jaringan atau leukostasis
  • Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan komplikasi sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia
  • Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan

Alat diagnosa

Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti:

Senin, 03 Oktober 2011

DISFUNGSI EREKSI


Disfungsi ereksi atau impotensi (Bahasa Inggris: erectile dysfunction) adalah ketidakmampuan untuk memulai dan mempertahankan ereksi.

Penyebab

Impotensi biasanya merupakan akibat dari :
  • Kelainan pembuluh darah
  • Kelainan persyarafan
  • Obat-obatan
  • Kelainan pada penis
  • Masalah psikis yang mempengaruhi gairah seksual.
Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan masalah psikis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Semakin bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun impotensi bukan merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80 tahun mengalami impotensi.
Agar bisa tegak, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) bisa menyebabkan impotensi. Impotensi juga bisa terjadi akibat adanya bekuan darah atau akibat pembedahan pembuluh darah yang menyebabkan terganggunya aliran darah arteri ke penis.
Kerusakan saraf yang menuju dan meninggalkan penis juga bisa menyebabkan impotensi. Kerusakan saraf ini bisa terjadi akibat:
Sekitar 25% kasus impotensi disebabkan oleh obat-obatan (terutama pada pria usia lanjut yang banyak mengkonsumsi obat-obatan).
Obat-obat yang bisa menyebabkan impotensi adalah:
Kadang impotensi terjadi akibat rendahnya kadar hormon testosteron. Tetapi penurunan kadar hormon pria (yang cenderung terjadi akibat proses penuaan), biasanya lebih sering menyebabkan penurunan gairah seksual (libido).
Beberapa faktor psikis yang bisa menyebabkan impotensi:
  • Depresi
  • Kecemasan
  • Perasaan bersalah
  • Perasaan takut akan keintiman
  • Kebimbangan tentang jenis kelamin.
Gejala: Penderita tidak mampu memulai dan mempertahankan ereksi.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari adanya perubahan ciri seksual pria, misalnya payudara, testis dan ukuran penis, serta perubahan pada rambut, suara maupun kulit.
Untuk mengetahui adanya kelainan pada arteri di panggul dan selangkangan (yang memasok darah ke penis), dilakukan pengukuran tekanan darah di tungkai.
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan:
  • Pemeriksaan darah lengkap
  • Pemeriksaan gula darah untuk diabetes
  • Pemeriksaan kadar TSH
  • USG penis.

Pengobatan

Nutrisi yang dibutuhkan : Calcium I, Zinc, Cordyceps, Beneficial dan Vitality
Impotensi biasanya bisa diobati tanpa pembedahan dan jenis pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Latihan khusus dilakukan oleh penderita impotensi akibat masalah psikis, yaitu yang disebut Teknik pemusatan sensasi 3 tahap.
Teknik ini mendorong hubungan intim dan kehangatan emosional, yang lebih menitikberatkan kepada membangun sebuah hubungan :
  • Tahap I : Bercumbu, pasangan berkonsentrasi untuk menyenangkan satu sama lain tanpa menyentuh daerah kemaluan.
  • Tahap II : Pasangan mulai menyentuh daerah kemaluan atau daerah erotis lainnya, tetapi belum melakukan hubungan badan.
  • Tahap III : Melakukan hubungan badan.
Masing-masing mencapai kenyamanan pada setiap tahap keintiman sebelum berlanjut ke tahap selanjutnya. Jika teknik tersebut tidak berhasil, mungkin penderita perlu menjalani psikoterapi atau terapi perilaku seksual. Jika penderita mengalami depresi, bisa diberikan obat anti depresi.

Healty File

Donor Darah ….. Antara Mamfaat dan Awet Muda

Salah satu manfaat dari donor darah itu bisa buat kita awet muda………Darah  itu punya usia didalam tubuh kita antara 90 sampai 120 hari dia bertahan lalu akan rusak atau berganti melalui penguraian didalam tubuh (prosedur Normalnya)….. bila kita mendonor darah  rutin (3 bulan/6bulan sekali) maka umur darah itu akan menjadi 30 sampai 60 hari masa pergantiannya..akan terbentuk lagi sel-sel yang baru, selain itu mempermudah kerja jantung,pengangkutan O2 dan sari-sari makanan keseluruh tubuh…mekanisme ini bila berlangsung rutin akan menghasilkan sirkulasi yang baru sehingga akan terjadi penundaan faktor-faktor penuaan…
Donor Darah1
DONOR DARAH
a. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
  • umur 17 – 60 tahun
    ( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
  • Berat badan minimum 45 kg
  • Temperatur tubuh : 36,6 – 37,5o C (oral)
  • Tekanan darah baik ,yaitu:
    Sistole = 110 – 160 mm Hg
    Diastole = 70 – 100 mm Hg
  • Denyut nadi; Teratur 50 – 100 kali/ menit
  • Hemoglobin
    Wanita minimal = 12 gr %
    Pria minimal = 12,5 gr %
  • Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
b. Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
  • Pernah menderita hepatitis B
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi
  • Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga
  • Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
  • Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil
  • Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar
  • Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis
  • Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
  • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic
  • Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
  • Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
  • Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
  • Sedang menyusui
  • Ketergantungan obat.
  • Alkoholisme akut dan kronik.
  • Sifilis
  • Menderita tuberkulosa secara klinis.
  • Menderita epilepsi dan sering kejang.
  • Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
  • Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
  • Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril)
  • Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.

Prosedur tindakan Skin Test

URAIAN UMUM
Skin test adalah melakukan test antibiotik melalui sub cutan untuk mengetahui ketahanan terhadap salah satu jenis antibiotik
A. PERSIAPAN
a. Persiapan Alat
i. Spuit 1 cc dan jarum seteril dalam tempatnya
ii. Obat-obatan yang diperlukan
iii. Kapas alkohol dalam tempatnya
iv. Gergaji ampul
v. NaCl 0,9 % /aquadest
vi. Bengkok, ball point/ spidol
b. Persiapan Klien
i. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
B. PELAKSANAAN
1. Perawat cuci tangan
2. Menggulung lengan baju pasien bila perlu
3. Mengisi spuit dengan obat yang akan ditest sejumlah 0,1 cc dilarutkan dengan NaCl 0,9 atau aquadest menjadi 1 cc
4. Mendesinfeksi kulit yang akan di suntik dengan menggunakan kapas alkohol kemudian diregangkan dengan tangan kiri perawat
5. Menyuntikan obat sampai permukaan kulit menjadi gembung dengan cara lubang jarum menghadap ke atas dan membuat sudut antara 15 – 30 derajat dengan permukaan kulit
6. Beri tanda pada area suntikan
7. Menilai reaksi obat setelah 10-15 menit dari waktu penyuntikan, hasil (+) bila terdapat tanda kemerahan pada daerah penusukan dengan diameter minimal 1 cm, hasil (-) bila tidak terdapat tanda tersebut diatas
8. Perawat cuci tangan
C. EVALUASI
Mencatat tindakan dan hasil skin test pada dokumen perawatan

Prosedur Menyiapkan Injeksi dari Vial / Flacon

URAIAN UMUM
Suatu kegiatan pelayanan keperawatan menyiapkan injeksi untuk pengobatan / therapi kepada pasien yang sedang dirawat
A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Jarum seteril dan spuit
- Kapas alkohol 70 %
- Alat tulis
- Obat injeksi ( vial / flacon ) sesuai order dokter
- Bengkok
- Kartu obat dan etiket
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Buka tutup dan bersihkan / desinfektan bagian atas botol ( karet ) dengan kapas alkohol
- Buang kapas alkohol ke bengkok
- Menarik udara secukupnya kedalam spuit
- Tusuk jarum tegak lurus ketengah karet penutup
- Mendorong udarah dalam spuit kadalam botol, membalikan vial dan tarik obat seumlah yang diperlukan
- Tarik jarum dengan menarik boto, keluarkan udara yang ada dalam spuit
- Jarum ditutup dan vial /’ flacon dibuang ke bengkok / tempatnya ( jika sudah habis )
- Beri etiket nama pada spuit dan masukan ketampat injeksi
- Perawat cuci tangan
C. EVALUASI
- Perhatikan dosisi obat, nama obat dan nama klien sesuai dengan order dari dokter
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Prosedur Injeksi Intrakutan

URAIAN UMUM
Memasukan obat kedalam jaringan kulit, intracutan biasa digunakan untuk mengetahui sensitivitas tubuh terhadap obat yang disuntikan
A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien ( dosis, nama klien, obat, waktu pelaksanaan, tempat injeksi )
- Kaji riwayat alergi dan siapkan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Spuit seteril dengan obat injeksi pada tempatnya yang sudah disiapkan
- Kapas alkohol 70 %
- Alat tulis
- Bengkok
- Kartu obat dan etiket
- Sarung tangan kalau perlu
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Mengidentifikasi klien dan menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Jika perlu menggunakan sarung tangan bila ada klien yang menderita penyakit menular
- Memilih dan menentukan lokasi injeksi
- Bersihkan / desinfeksi lokasi injeksi dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Membuang kapas alkohol kedalam bengkok
- Menyuntik obat dengan sudut jarum injeksi dengan sudut 5-15 O
- Masukan obat secara perlahan – lahan
- Mencabut jarum dan lingkari batas pinggir gelembung dengan pena
- Tunggu hasil / reaksi dari obat selama + 10 – 15 menit
- Obat-obat dibereskan dan hasil catat hasil tindakan
- Perawat cuci tangan
C. EVALUASI
- Perhatikan dosisi obat, nama obat, nama klien sesuai dengan order dari dokter dan perhatikian juga respon klien terhadap obat
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap obat, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Prosedur Injeksi Subkutan

URAIAN UMUM
Menyuntikan obat dibawah kulit
A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien ( dosis, nama klien, obat, waktu pelaksanaan, tempat injeksi )
- Kaji riwayat alergi dan siapkan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Spuit seteril dengan obat injeksi pada tempatnya yang sudah disiapkan
- Kapas alkohol 70 %
- Alat tulis
- Bengkok
- Kartu obat dan etiket
- Sarung tangan kalau perlu
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Mengidentifikasi klien, menyiapkan klien dan menjelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Jika perlu menggunakan sarung tangan bila ada klien yang menderita penyakit menular
- Bersihkan / desinfeksi lokasi injeksi dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Membuang kapas alkohol kedalam bengkok
- Memasukan jarum dengan sudut 45-90 O
- Lakukan aspirasi
- Memasukan obat secara perlahan – lahan
- Mencabut jarum
- Alat-alat dibereskan dan lihat reaksi obat terhadap klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan
C. EVALUASI
- Perhatikan dosisi obat, nama obat, nama klien sesuai dengan order dari dokter dan perhatikian juga respon klien terhadap obat
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap obat, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Prosedur Injeksi Intravena

URAIAN UMUM
Suatu kegiatan pelayanan perawatan dalam memberikan obat suntikan pada pasien melalui intravena
A. PERSIAPAN
I.   Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien ( dosis, nama klien, obat, waktu pelaksanaan, tempat injeksi )
- Kaji riwayat alergi dan siapkan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II.  Persiapan Alat
- Spuit seteril dengan obat injeksi pada tempatnya yang sudah disiapkan
- Kapas alkohol 70 %
- Alat tulis
- Bengkok
- Kartu obat dan etiket
- Sarung tangan kalau perlu
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Mengidentifikasi klien, mengkaji rowayat alergi klien dan menyiapkan klien
- Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Jika perlu menggunakan sarung tangan
- Bersihkan / desinfeksi lokasi injeksi dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Membuang kapas alkohol kedalam bengkok
- Memasukan jarum dengan sudut 90 O
- Lakukan aspirasi
- Memasukan obat secara perlahan – lahan
- Mencabut jarum
- Alat-alat dibereskan dan awasireaksi obat terhadap klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan
C. EVALUASI
- Perhatikan dosisi obat, nama obat, nama klien sesuai dengan order dari dokter dan perhatikian juga respon klien terhadap obat
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap obat, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Prosedur pemasangan Infus

Cairan Infus

Cairan Infus
URAIAN UMUM
Pemberian cairan obat /makanan melalui pembuluh darah vena
A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Standar infus
- Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
- Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
- Bidai / alas infus
- Perlak dan torniquet
- Plester dan gunting
- Bengkok
- Sarung tangan bersih
- Kassa seteril
- Kapas alkohol dalam tempatnya
- Bethadine dalam tempatnya
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Mengisis selang infus
 Membuka plastik infus set dengan benar
 Tetap melindungi ujung selang seteril
 Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas
 Menggantung cairan infus di standar cairan infus
 Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )
 Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
 Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
 Cek adanya udara dalam selang
- Pakai sarung tangan bersih bila perlu
- Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus
- Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dipungsi
- Memilih vena yang tepat dan benar
- Memasang torniquet
- Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
- Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
- Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
- Torniquet dicabut
- Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit
- Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi
- Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
- Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut
- Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
- Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan
C. EVALUASI
- Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Makalah Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa


infusnutrisiBeberapa kali kejadian dengan kasus tertentu di rumah sakit, perhatian dokter dan para petugas medis sering kali luput terhadap kebutuhan pasien akan cairan, elektrolit dan nutrisi. Ini biasanya terjadi pada pasien tertentu yang dirawat karena sesuatu keluhan yang tidak menunjukkan perbaikan setelah beberapa hari perawatan atau pun pada pasien yang baru datang setelah mengalami keluhan beberapa hari sebelumnya. Sebetulnya hal ini termasuk masalah sepele dan sangat yakin semua dokter sudah mendapat ilmunya tentang hal ini. Namun sekali lagi, karena lebih terfokus perhatian dokter terhadap kejadian penyakitnya justru hal-hal kecil ini kurang diperhitungkan sehingga dampaknya dapat menimbulkan sesuatu efek yang fatal terhadap pasien. Tulisan ini juga ditujukan kepada pasien maupun keluarga sebagai pengetahuan, siapa tahu nantinya bakalan pernah menghadapi hal yang sama.
Kejadian tersebut sering terjadi pada pasien yang dirawat karena muntah-muntah, diare, kelainan yang menyebabkan pasien untuk berpuasa atau sengaja dipuasakan, gangguan pada sistem pencernaan, kelainan jantung, ginjal, paru atau yang lainnya dimana pemberian cairan infus terkadang terlampau berhati-hati atau pada pasien-pasien yang berumur ekstrim –pasien bayi maupun pasien tua-. Pada kasus bedah kejadian kekurangan nutrisi lebih sering ditemukan pada penderita pasca operasi yang membutuhkan perawatan lama atau memang sudah didasari kondisi preoperatif yang dialami sebelumnya. Biasanya, jika pasien sampai terpaksa harus dirawat di ruang intensif, dokter anasthesi atau intensifis sudah sangat fasih memperhatikan keadaan ini. Namun masalah muncul, kalau kondisi kekurangan ini sudah terjadi sebelum masuk ruang ICU, apalagi dalam situasi yang susah untuk dikembalikan atau diperbaiki (irreversible).
Padahal tidak sulit untuk mengetahu seseorang pasien itu jatuh pada kondisi dehidrasi (kekurangan cairan). Bisa dilihat dari penampakan kulit, keadaan kering pada mulut atau bibir dan yang lebih parah lagi mata akan tampak lebih cowong. Sayangnya kalau gejala yang ditimbulkan pada kondisi yang telah parah, seperti kejang, gangguan fungsi jantung, kesadaran menurun atau terjadi kegagalan fungsi ginjal yang akut dianggap sebagai suatu penyakit berdiri sendiri, tanpa ditelusuri bahwa dehidrasi itulah penyebab utamanya. Begitu juga terhadap penyembuhan luka, baik yang telah dilakukan operasi maupun tidak, sangat juga ditentukan oleh status nutrisi penderita, terutama komposisi proteinnya. Dan tidak jarang keadaan kekurangan cairan, elektrolit dan nutrisi ini saling berkaitan. Guna menanggulangi ketidakseimbangan ini salah satunya dengan cara pemberian cairan infuse, selain memberikan secara langsung makanan dan minuman untuk dikonsumsi pasien. Itu juga mengapa tersedia berbagai jenis cairan infus yang pada prinsipnya berguna untuk menggantikan kekurangan cairan, elektrolit dan nutrisi (parentral nutrisi).
Kekurangan atau kecukupan cairan dapat dilihat dari kondisi pasien dan secara obyektif bisa dinilai dari produksi urine, jika memang tidak ada kelainan berkenaan dengan ginjal dan salurannya. Sedangkan untuk mengetahui kadar nutrisi dan elektrolit secara obyektif bisa terlihat dari pemeriksaan laboratorium, misalnya pemeriksaan kandungan albumin dan Natrium/Kalium dalam darah. Secara normal tubuh seorang dewasa memerlukan cairan sekitar 2,5 liter per hari. Dan produksi urine yang baik jika berkisar antara 0,5 sampai 2cc/kgBB/jam. Sedangkan keadaan nutrisi secara aplikatif lebih banyak berhubungan dengan pengukuran kebutuhan kalori seorang penderita. Tubuh pada orang dewasa rata-rata memerlukan 1500 sampai 2000 kkal per hari yang idealnya kebutuhan itu didapat dari lebih kurang 60% karbohidrat, 25% lemak dan 15% protein. Maka dengan demikian pemberian jenis cairan dan nutrisi parenteral beserta seberapa banyak volumenya menjadi suatu yang membutuhkan perhitungan juga.
Jadi biasakanlah perhatian kita terhadap hal tersebut di atas pada keadaan-keadaan seperti; pasien yang dirawat berkelamaan, pasien yang datang dengan kondisi lemah dan pasien yang sudah lanjut usia.
Pendahuluan
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.
Komposisi Cairan Tubuh
Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
  1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
  2. Peningkatan permeabilitas.
  3. Peningkatan luas permukaan difusi.
  4. Berat molekul substansi.
  5. Jarak yang ditempuh untuk difusi.
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
  • Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
  • Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.
ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
  1. mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
  2. mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal. 2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
  • Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
  • Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus  koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.
selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.
perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
  1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
  2. katabolisme zat organik
  3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
  1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
  2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
  3. mempengaruhi konsentrasi ion K
bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
  1. mengaktifkan sistem dapar kimia
  2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
  3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar:
  1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
  2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
  3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat
  4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Ketidakseimbangan Asam-Basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
  1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
  2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
  3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
  4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
KESIMPULAN
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Daftar Pustaka
  • Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th ed. California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc.
  • Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson Education.

Prosedur Tindakan Vena Sectie

Donor Darah2
URAIAN UMUM
Vena sectie adalah suatu tindakan menyayat dan memasukan jarum khusus kedalam vena sehingga pemberian cairan infus / tranfusi dapat dilaksanakan
Dilakukan pada pasien :
- Yang mengalami kollaps vena, sehingga sulit diraba dan ditusuk
- Anak-anak atau bayi, karena ukuran venanya terlalu kecil
- Dengan kelainan jantung
B. PERSIAPAN
I. Persiapan Alat
 Yang diberi alas kain ( duk ) seteril berisi :
 Seperangkat alat vena sectie seteril yang terdiri dari
 Bisturi
 Gunting vena
 Arteri klem
 Pemegang jarum dan jarum jahit kulit
 Pinset chirurgis dan anatomi
 Duk klem
 Duk bolong
 venocath
 Spuit 2,5 cc dari jarum
 Procam dalam tempatnya
 Kain kassa dan kapas lidi seteril
 Benang catgut dan Zyde 2/0
 Sarung tangan
 Bethadine dan alkohol 70 % dalam tempatnya
 Meja atau baki instrumen yang berisi :
 Bengkok
 Cairan infus dan infus set sesuai kebutuhan
 Korentang dan tempatnya
 Plester
 Gunting verban dan verban
 Spalk siap pakai
 Strandar infus
II. Persiapan Pasien
 Pasien dan keluarhganya diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan dan posisikan pasien sesuai kebutuhan
C. PELAKSANAAN
1. Siapkan peralatan infus ( lihat cara memasang infus )
2. Petugas mengenakan sarung tangan
3. Desinfeksi permukaan kulit yang akan disayat pertama dengan bethadine selanjutnya dengan alkohol
4. Pasang duk bolong didaerah yang akan disayat
5. Lakukan vena sectie yaitu :
 Sayat kulit sampai didapat vena yang dibutuhkan
 Vena disayat/ langsung tusukan venocath
 Venocath difiksasi, dan jahit luka sayatan
 Infus dipasang
 Luka dikompres dengan bethadine dan ditutup dengan kain kassa seteril
6. Kalau perlu pasang spalk
7. Pasien dan alat dirapihkan kembai dan diletakan padatempatnya semula
8. Perawat cuci tangan
D. EVALUASI
Mencatat hasil tindakan dan respon pasien pada dokumen perawatan tentang :
- Keadaan umum pasien
- Luka sayatan dan kelancaran tetesan infus

Meningistis …… Kupas Tuntas …!!!!

Pengertian
Meningitis
Meninges (coverings of the brain)Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.
Pasien yang diduga mengalami Meningitis haruslah dilakukan suatu pemeriksaan yang akurat, baik itu disebabkan virus, bakteri ataupun jamur. Hal ini diperlukan untuk spesifikasi pengobatannya, karena masing-masing akan mendapatkan therapy sesuai penyebabnya.
  • Penyebab Penyakit Meningitis
  • Meningitis
    Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.
    Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :
    1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
    Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
    2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
    Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.
    3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
    Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.
    4. Listeria monocytogenes (listeria).
    Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).
    5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.
  • Tanda dan Gejala Penyakit Meningitis
  • Gejala yang khas dan umum ditampakkan oleh penderita meningitis diatas umur 2 tahun adalah demam, sakit kepala dan kekakuan otot leher yang berlangsung berjam-jam atau dirasakan sampai 2 hari. Tanda dan gejala lainnya adalah photophobia (takut/menghindari sorotan cahaya terang), phonophobia (takut/terganggu dengan suara yang keras), mual, muntah, sering tampak kebingungan, kesusahan untuk bangun dari tidur, bahkan tak sadarkan diri.
    Streptococcus_pneumoniae_meningitis,_gross_pathology_33_lores.jpg Pada bayi gejala dan tanda penyakit meningitis mungkin sangatlah sulit diketahui, namun umumnya bayi akan tampak lemah dan pendiam (tidak aktif), gemetaran, muntah dan enggan menyusui.
  • Penanganan dan Pengobatan Penyakit Meningitis
  • Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
    Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.
    Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin(ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikanAmpicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem),Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
    Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
  • Pencegahan Tertularnya Penyakit Meningitis
  • Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.
    Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ;
    - Haemophilus influenzae type b (Hib)
    - Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
    - Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
    - Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
    Meningitis Bakteri
    Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
    akan mengalami infark.
    Meningitis virus
    Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
    pencegahan
    Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.
    Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
    Manifestasi Klinik
    • Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku
    • Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor
    • Sakit kepala
    • Sakit sakit pada otot
    • Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.
    • Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI
    • Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot
    • Reflex brudzinski dan reflex kernig positif
    • Nausea
    • Vomiting
    • Takikardia
    • Kejang
    • Pasien merasa takut dan cemas
    Pemeriksaan Diagnostic
    1. analisa CSS dan fungsi lumbal
    • Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
    • Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus
    2.Glukosa serum : meningkat
    3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
    • Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
    • Elektrolit darah : abnormal
    4.LED : meningkat
    Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
    5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor
    Penatalaksanaan
    Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :
    ANTIBIOTIK:
    Penicillin G
    ORGANISME:
    Pneumococci
    Meningococci
    Streptococci
    ANTIBIOTIK:
    Gentamycin
    ORGANISME:
    Klebsiella
    Pseodomonas
    Proleus
    ANTIBIOTIK:
    Chlorampenikol
    ORGANISME:
    Haemofilus influenza

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
    PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :

    Keluhan utama
    Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.
    Riwayat penyakit sekarang
    Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
    Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
    pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
    Riwayat Penyakit Dahulu
    Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
    Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
    Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
    Pengkajian psikososial
    Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
    Pemeiksaan fisik
    1. Aktivitas / istirahat
    Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
    Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
    Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
    2. Sirkulasi
    Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
    Conginetal ( abses otak ).
    Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
    Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia
    ( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )
    3. Eleminasi
    Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
    4. Makanan dan Cairan
    Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
    Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
    5. Hygiene
    Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )
    6. Neurosensori
    Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,
    Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan
    Pada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul
    Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
    Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian
    ( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
    Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.
    Tanda : – status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga
    Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).
    -Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala
    Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )
    -Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
    - Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
    ( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).
    -Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada
    Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )
    -Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot
    Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik
    ( encephalitis).
    -Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )
    - Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
    Iritasi meningeal ( fase akut )
    -Regiditas muka ( iritasi meningeal )
    - Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
    - Refleks abdominal menurun.
    7. Nyeri / Kenyamanan
    Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
    Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri
    Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.
    8. Pernapasan
    Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
    Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai
    Koma ) dan gelisah.
    9. Keamanan
    Gejala : – Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
    Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
    Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
    - Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
    Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
    -Gangguan penglihatan atau pendengaran
    Tanda : – suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
    -Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
    - Gangguan sensoris
    Diagnosa Keperawatan
    1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.
    Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain
    Intervensi
    a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.
    Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
    b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
    Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.
    c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
    Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
    d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
    Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
    e. Kolaborasi tim medis
    Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.
    2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
    Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
    Intervensi
    a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
    Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
    b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
    Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.
    c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.
    Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
    d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
    Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.
    e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
    Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.
    f. Berikan obat sesuai indikasi.
    3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.
    Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.
    Intervensi
    a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
    Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
    b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.
    Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.
    c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.
    Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.
    d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.
    Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.
    4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
    Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
    Intervensi
    a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
    Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
    b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
    Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
    c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.
    Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
    d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein
    Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
    Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.
    5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung ( hospitalisasi ).
    Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
    Intervensi
    a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.
    Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
    b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.
    Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.
    c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.
    Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga
    d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
    Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
    e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
    Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.
    DAFTAR PUSTAKA
    Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC
    Carpebito,Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
    Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
    Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
    Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC